Armijn Pane adik kandung Sanusi Pane merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara yang lahir pada tanggal 18 Agustus 1908 di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, berasal dari keluarga seniman. Sanusi dan Amijn mewarisi bakat ayahnya Sutan Pangurabaan Pane, seniman yang berhasil membukukan cerita rakyat berjudul Tolbok Haleoan.Selain sebagai seniman, ayah Armijn juga menjadi guru dan aktivis Partai Nasional pada masa Pergerakan Nasional di Palembang. Armijn Pane dan adik bungsunya Lafran Pane (BesarGuru Besar IKIP Negeri Yogyakarta dan yang menjadi sarjana ilmu politik pertama di negeri ini) juga mewarisi bakat ayahnya sebagai pendidik. Armijn mengenyam pendidikan HIS di Tanjung Balai, ELS di Sibolga dan Bukit Tinggi. Tahun 1923 ia melanjutkan pendidikannya ke STOVIA bagian kedokterandi Jakarta. Berhubung Ilmu kedokteran yang dipelajari tidak menarik perhatiannya membuat ia harus meninggalkan STOVIAwalau kemudiannya berdasarkan pengalamannya di dunia kedokteran ia dapat menciptakan karya novel terbaik dari banyak karyanya, berjudul Belenggu, berisi tentang tentang perilaku doktersebagai tokoh utamanya. Tahun 1927 ia pindah ke Nederlands-Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya. Minat dan talenta serta jiwa yang tertumpu pada bidang bahasa dan seni yang tidak dapat dikendalikannya membuat ia meninggalkan NIAS dan masuk ke AMS jurusan bahasa dan kesusastraan Surakarta hingga tamat tahun 1931. Indonesia Muda merupakan organisasi pemuda tempatnya bergabung sepanjang belajar, walau ranah politik kurang diminatinya. Ia lebih berminat menulis karya sastra seperti puisi/sajak, cerpen, dan drama.

Penyelesaian studinya di AMS mengantarkan Armijn  menjadi wartawan free lance surat kabar Suara Umum (1932),dan majalah Mingguan Paninjauan (1934)di Surabaya. Bakat guru yang diwariskan ayahnya menjadikan Armijn bekerja sebagai guru bahasa dan sejarah di Taman Siswa Kediri-Malang-Jakarta di tahun 1932-1934, sembari mendirikan majalah Poejangga Baroebersama STA dan Amir Hamzah. Majalah ini mampu mengumpulkan penulis yang berada di seluruh penjuru Hindia Belanda dalam rangka memulai pergerakan modernisme sastra. Ia bersama Mr. St. Moh. Syah dan Buyung Saleh juga mengasuh majalah Indonesiadan menulis cerita pendek berjudul Produksi Film Cerita di Indonesia, serta memimpin majalah Kebudayaan Timur yang diterbitkan kantor Pendidikan Kebudayaan.

Karirnya di dunia penerbitan  dirintis sejak ia diangkat menjadi sekretaris dan  redaktur majalah Poejangga Baroe. Berbagai majalah, menerbitkan cerpen karyanya seperti cerpen berjudul Pujaan Cinta dimuat dalam majalah Panji Pustaka No. 11 tahun 1932,Jika Pohon Jati Berkembang, terbitan No. 97 tahun 1937. Dalam majalah Poejangga Baroe, Armijn menulis cerpen berjudul Pertemuan Rasa(1932). Karyanya berjudulSukma dimuat berturut-turut dari No. 6, 7, 9 tahun 1934/1935, Barang Tiada Berharga, terbitan No. 4 dan 5 tahun 1935, dan Kulit Pisang terbitan No. 1 Ä 2 tahun 1935. Diantara cerpennya yang paling menarik oleh penikmat karyanya berjudul Barang Tiada Berharga, melukiskan  kemelut dan tingkah laku masyarakat Indonesia pada era tahun 1930-an. Selain itu cerpen berjudulTujuan Hidup, berisi tentang kesepian seorang gadis yang bekerja sebagai guru, memilih hidup menyendiri. Cerpen berjudul Lupa, berisikan kehidupan kaum politisi yang karena tidak dapat memperjuangkan cita-citanya akibat berbagai tekanan pemerintah, lalu menghabiskan waktunya di tempat-tempat maksiat. Ada juga cerpen berjudul Kisah Antara Manusia (1952).

Di samping cerpen, beberapa karya drama Armijn juga termuat dalam majalah Poejangga Baroe seperti Lukisan Masa dan Belenggu. Cerpen Belenggu kemudian diterbitkan dalam bentuk novel, dan menjadi karya Armijn yang paling popular dan dikenal masyarakat karena mendapat banyak reaksi dari kalangan peneliti dan pengamat sastra Indonesia. Penerbit  mencetak lima belas kali penerbitan sejak 1940-1991. Selain Belenggi, judul lain yang diterbitkanJinak-jinak Merpati, dihasilkan padaera awal kemerdekaan, dan drama berjudul Nyai LanggengKencanaAntara Bumi dan Langit, berisi tentang permasalahan kedudukan kaum Indonesia di alam Indonesia merdeka.

Selain drama dan cerpen, terdapat juga karya Armijn berbentuk puisi/sajak diantaranya sajak Kapan Datang, terbit dalam majalah Panji Pustaka No. 70 tahun 1932 dan majalahKembang Setengah Jalan No. 85 tahun 1932. Majalah Poejangga Baroeterbitan No. 4 tahun 1933 terdapat sajak berjudul Masgul, dan Hamba Buruh, penerbitan No. 3 tahun 1934, sertaDi Bawah Riak Alun Senyummuterbitan No. 7 Ä 8 tahun 1939. Untuk majalah Jawa Baru terdapat sajak berjudul  Bintang Merdekadan Pasti Berkibar terbitan No 19 tahun 1944. Majalah terbitan No 2 Tahun 1944 terdapat sajak berjudul Pedomanku. Sajak berjudulRindu di Tepi Danau Saranganterbit pada majalah Indonesia No. 11 dan 12 Tahun 1945. Diantara puluhan karya Armijn terdapat kumpulan puisi berjudul Jiwa berjiwa (1939) berisi tentang semangat perjuangan bangsa, danGamelan Jiwa (1960) berisi kejujuran dan keberanian penyair melukiskan keadaan masyarakat dalam keseharian.

Karya sajak yang paling digandrungi masyarakat berisi tentang suasana kerinduan dengan orang-orang yang dicintai, adakah kekasih atau keluarga yang ditinggal selama 60 purnama/bulan, tak pernah bersua karena harus berperang melawan penjajah Belanda, dan masih akan berperang dalam waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi kesenangan yang dirasa, suasana sulit saat sedang berperang melawan penjajah, namun tidak menyerah dan putus asa, demi kemajuan bangsa. Janji dan keteguhan serta cinta terhadap bangsa Indonesia untuk tetap satu rasa, satu tujuan demi kemajuan Indonesia terutama untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang terancam akan direbut kembali oleh Belanda dengan NICA nya yang datang bersamaan dengan kedatangan sekutu Inggris. Bait terakhir karya ini menggambarkan keteguhan untuk tetap setia dengan kemajuan bangsa tanpa perduli berapa banyak waktu yang harus dilewati untuk mempertahakan kemajuan dan kemerdekaan tanah air.

Karya-karya Armijn Pane tidak berhanti sampai di drama, cerpen, dan sajak/puisi saja tetapi ia dikenal sebagai kritikus. Berbagai majalah memuat kritiknya terhadap sastra di negeri ini. Armijn juga menulis buku dalam bahasa Belanda tentang sastra Indonesia modern berjudul Kort Oversicht van de Moderne Indonesische, Literatuur (1949), terdapat juga bahasan tentang sajak-sajak Muhammad Yamin, Studinya tentang gramatika bahasa Indonesia berjudul Mencari Sendi Baru Tatabahasa Indonesia. Armijn juga menjadi penerjemah surat-surat RA Kartini, dannovel Ellya Ehrenburg berjudul Membangun Hari Kedua, dan buku Tiongkok Zaman Baru, Sejarahnya: Abad ke-19 – sekarang.

Category: Budaya

Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jamalum PKM